Bumi Baru
Di tengah eksotika semacam itu, para ilmuwan berhasrat menemukan tanda yang dikenal: planet yang mirip Bumi, planet yang mengorbit bintangnya pada jarak yang tepat—sehingga tidak terlalu panas, tidak terlalu dingin—untuk menopang kehidupan seperti yang kita kenal. Sejauh ini, belum ditemukan planet yang mirip Bumi kita, mungkin karena bentuk bumi-bumi itu tidak mencolok. Melihat planet sekecil dan seredup planet kita di tengah kilauan cahaya bintangnya itu ibarat mencoba melihat seekor kunang-kunang di tengah pesta kembang api; mencoba mendeteksi pengaruh gravitasi planet seperti itu terhadap bintangnya tak ubahnya seperti mendengarkan suara jangkrik pada saat badai puting beliung. Namun, dengan memanfaatkan teknologi hingga ke batas maksimalnya, para astronom dengan cepat tengah menuju hari di mana kita dapat menemukan Bumi yan lain dan menelisik tanda-tanda kehidupan di sana.
Hanya ada 11 eksoplanet yang sudah dipotret, semuanya besar dan terang serta cukup jauh dari bintangnya masing-masing. Sebagian besar eksoplanet lainnya terdeteksi melalui teknik spektroskopi Doppler yang menganalisis cahaya bintang untuk mencari bukti bahwa bintang itu sedikit ditarik maju-mundur oleh tarikan gravitasi planetnya. Dalam beberapa tahun terakhir, para astronom telah menyempurnakan tingkat presisi dari teknik Doppler hingga kini mereka mampu menceritakan apabila suatu bintang melenceng dari lintasan seharusnya dengan kecepatan satu meter per detik—kurang lebih sama dengan kecepatan jalan manusia. Hal itu cukup untuk mendeteksi planet raksasa dalam orbit besar atau planet kecil jika benda antariksa itu sangat dekat dengan bintangnya. Namun, penyempurnaan teknik doppler itu tidaklah cukup untuk planet seperti Bumi dengan jarak yang juga seperti Bumi-Matahari, 150 juta kilometer dari bintangnya. Matahari ditarik keluar dari posisinya oleh Bumi hanya secepat sepersepuluh kali kecepatan orang berjalan kaki, atau kurang lebih sama dengan kecepatan bayi merangkak; para astronom belum mampu mengukur sinyal sekecil itu dari cahaya bintang nun jauh.
Pendekatan lain yang digunakan adalah dengan mengamati sebuah bintang untuk melihat penurunan kecil dan berkala pada kecerahannya. Penurunan itu biasa terjadi apabila planet yang mengelilingi bintang berada di depan dan menghalangi sebagian cahaya bintang tersebut. Diperkirakan, paling banyak 10 persen sistem tata surya memiliki posisi yang membuat gerhana-gerhana mini seperti itu—disebut transit--terlihat dari Bumi. Ini berarti bahwa astronom mungkin harus mengamati banyak bintang dengan sabar untuk menemukan segelintir peristiwa transit. Satelit COROT Prancis yang kini menjalani tahun ketiga dan terakhir dari misi utamanya telah menemukan tujuh eksoplanet yang melakukan transit, salah satunya hanya 70 persen lebih besar daripada Bumi.
Satelit Kepler milik AS merupakan penerus COROT yang lebih ambisius. Diluncurkan dari Cape Canaveral Maret silam, Kepler pada dasarnya adalah sebuah kamera digital besar dengan bukaan (aperture) 0,95 meter dan detektor 95 megapiksel. Satelit itu mengambil foto medan-lebar (wide-field) setiap 30 menit, menangkap cahaya dari 100.000 bintang lebih di sepetak langit antara dua bintang yang benderang Deneb dan Vega. Beberapa komputer di Bumi memantau kecerahan semua bintang itu terus-menerus, memberi tahu manusia jika komputer mendeteksi adanya sedikit peredupan yang mungkin menandai terjadinya transit planet.
Sumber : national geography
Sabtu, 28 November 2009
Diposting oleh martina dewi di 19.20
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar